MENGABADIKAN DIRI DENGAN MENULIS
Sebagian orang mengangagap menulis adalah sebuah pekerjaan yang susah sebab orang tersebut bingung memulai apa yang hendak ditulisnya. Ada juga yang bingung setelah dia memulai tulisannya, lalu bingung hendak mengarahkan tulisannya kemana. Menulis memang pekerjaan sulit ketika kita menganggapnya sulit. Sama halnya ketika kita ingin pandai mengendarai sepeda motor, teorinya sudah dikuasai tapi dalam prakteknya menimbulkan keraguan. Begitu juga rasa yang dialami ketika hendak menulis. Memang apa saja yang belum pernah kita lakukan akan terasa sulit untuk dikerjakan, sedangkan yang sudah pernah kita kerjakan tetapi jarang kita lakukan terkadang kita memanggapnya sulit. Hal seperti ini juga saya alami bahkan mungkin lebih parah dari apa yang saudara-saudara alami.
Percaya atau tidak, setiap kita sesungguhnya terlahir sebagai penulis. Sebab jauh dalam diri manusia terdapat jiwa, emosi dan nalar yang memiliki sifat unik dan yang mengidentifikasi bahwa setiap manusia sesungguhnya adalah seorang penulis. Mulai dari kegemaran kita bercerita tentang sesuatu hal, mulai dari cerita tentang kebiasaan sehari-hari sampai cerita yang kita dapat dari pengalaman orang sekeliling dapat menjadi embrio sebuah tulisan.
Dari sekian hal yang membuat orang tidak menulis, kurang percaya diri barang kali adalah sebab yang paling banyak dialami sebagian orang. Seseorang yang pada mulanya begitu berminat menjadi penulis, tiba-tiba membuang begitu saja dari hidupnya dan menanamkan dalam dirinya bahwa menulis adalah pekerjaan berat dan tidak mudah. Walhasil, jadilah ia tipe manusia yang sepanjang hidupnya hanya menjadi pembaca.
Syaikh Imam Al-Ghazali dalam tulisannya mengatakan “Bila engkau bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. Dengan menulis kita dapat dikenal setelah zaman kita atau mengabadikan diri. Misalnya Aristoteles, Plato, Khalil Gibran, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Al-Kindi, Al-Farabi dan banyak orang-orang terkenal lainya yang hidup berpuluh bahkan beratus-ratus tahun yang lalu hingga kini masih dikenal lewat tulisan-tulisannya, baik itu dibidang sastra maupun tidak. Bayangkan ketika mereka tidak menuliskan gagasan-gagasan atau karya-karyanya dan hanya membiarkan saja berada di akal pikiran, apakah mungkin sampai sekarang mereka masih diingat/dikenal ? saya rasa itu sulit.
Siapapun kamu, dari mana asalmu, lahir dan dari lingkungan keluarga apa pun dirimu, berapa banyak uang saku dikantong celanamu, cantik, tampan atau seksi, semua itu tidak penting untuk dibicarakan. Bisa menjadi penulis ? dunia kepenulisan adalah dunia yang paling terbuka, diantara berbagai dunia yang ada. Ketika kamu memilih menjadi penulis, kamu sesungguhnya memilih menjadi sesuatu yang besar sebab dunia sesungguhnya tidak dimulai dari apapun, kecuali dari tulisan.
Dengan demikian, tulisan sesungguhnya memiliki peran penting bagi keberlangsungan peradaban manusia. Karena sifatnya yang tak tergantikan itulah menulis bukan pekerjaan sepele, melainkan pekerjaan besar. Hanya mereka yang menulis (penulis) yang namanya akan ditulis dan mereka yang menulis tidak akan hilang dari sejarah karena menulis sama artinya menjadi pelaku sejarah. Mulai sekarang segera bangun, ambil kertas, pena atau duduk di depan komputer dan mulailah menulis. Ingatlah sengatan mutiara dari Muhammad Iqbal, seorang filosof terkemuka.
“Berhentilah, tak ada tempat dijalan ini. Sikap lambat berarti mati ! mereka yang bergerak merekalah yang maju kemuka. Mereka yang menunggu, meski hanya sekilas, pasti tergilas.”
Mental Sebagai Modal Utama
Modal utama menjadi penulis, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan menekuni profesi lainnya. Dalam dunia kepenulisan, mentalitas menentukan kemampuan diri dalam menulis. Mental yang bagus tidak hanya penting bagi ketahanan seorang penulis. Mentalitas diperlukan ketika menemukan hambatan dan juga menunjukkan kemampuan diri dalam menjalani profesi kepenulisannya. Adapun mental-mental yang harus dimiliki seseorang penulis antara lain adalah sikap percaya diri, gemar belajar, sportif, memiliki kepribadian yang terbuka, memiliki ketertarikan terhadap banyak hal, jeli dan peka dalam melihat sesuatu, tidak mudah merasa puas diri, serta penuh penghargaan pada karya tulis siapa pun.
Dalam dunia kepenulisan, sikap percaya diri sangat dibutuhkan ketika seorang penulis melahirkan sebuah tulisan. Kepercayaan diri itulah yang akan membimbing seseorang untuk mencoba menulis sesuatu. Selain itu, kepercayaan diri juga akan membantu seseorang untuk tidak berputus asa manakala mengalami hambatan di dalam melakukan kerja kreatif kepenulisan.
Percaya diri tidaklah sama dengan nekat. Percaya diri yang dimaksud adalah kepercayaan yang dibangun berdasarkan kesadaran akan kemampuan. Sikap nekat tidak akan pernah menolong siapapun untuk menjadi penulis, mana kala tidak dibarengi proses pembelajaran diri. Karena itu, terdapat suatu ungkapan bahwa penulis yang berhasil adalah penulis yang ketika menulis ia selalu berfikir bahwa ia adalah seorang pemula yang butuh terus belajar dan mengembangkan diri.
Pengalaman Pribadi
Saya memang tidak pernah bercita-cita sebagai penulis, tapi mulai dari duduk dibangku SMP minat menulis saya mulai kelihatan dari kesukaan saya menulis buku diari. Mulai dari menceritakan masalah yang terjadi dirumah, sekolah, lingkungan tempat bermain dan terkhusus masalah percintaan. Tulisan saya sering kali bernuansa sastra yang lebih menjurus kepada puisi. Saya tak begitu gemar mengobral kisah cinta saya kepada orang lain, jadi untuk meluapkan emosi kerap kali saya menulis walau saya tahu tulisan itu terkadang membuat saya geli ketika membacanya. Tak jarang saya juga menulis surat cinta kepada gadis yang saya suka. Saya orangnya tak berani mengatakan perasaan kepada orang yang saya suka secara langsung, untuk itu inisiatifnya adalah melalui surat yang secara otamatis untuk membuat surat itu saya harus menulis.kadang membuat tulisan itu saya harus rela begadang. Saya tidak mau surat itu berisikan tulisan-tulisan yang memalukan dan saya harus berpikir keras dalam pengungkapannya. Saya rasa pembaca juga pernah mengalaminya.
Kegiatan tulis menulis itu saya lakukan sampai di bangku SMA, nuansanya sama masih masalah cinta. Mungkin hal itu yang mengajari saya untuk menulis. Tulisan-tulisan saya memang selalu tersimpan dilaci-laci kamar bahkan sampai sekarang masih saya dapati adanya ditempat semula. Setelah berkuliah bakat itu masih melekat dan saya masih menulis khususnya menulis puisi. Pada suatu saat teman mengajak saya berdiskusi mengenai tulisan-tulisan yang dapat diterbitkan di media masa, kontan saya tertarik. Dengan mencari tahu cara agar tulisan itu dapat diterbitkan di media masa, saya mencoba berdiskusi dengan teman-teman yang mempunyai hobi sama, dengan dosen dan orang-orang sekeliling yang tulisan-tulisannya sering nimbrung di surat kabar dan pastinya dengan banyak membaca. Atas dasar itu lah saya beranikan diri untuk mengirimkan karya-karya saya kesurat kabar.
Selain agar tulisan saya dapat diterbitkan, motivasi lain ialah karena honornya walau itu bukan prioritas pertama saya menulis. Tulisan-tulisan di atas adalah motifator yang saya dapat sehingga sampai saat ini saya masih menulis. Mau itu diterbitkan atau tidak, saya tidak perduli, yang penting saya sudah menulis.
Dari menulis kita dapat membaca diri kita, kita dapat bercerita (curhat) kepada diri kita sendiri tentang apa yang telah terjadi. Sebuah kegelisahan, baik itu tentang kebahagiaan atau kedukaan. Baik yang sudah terjadi, yang akan terjadi maupun yang sedang kita alami. Begitu banyak keuntuntungan menulis setelah kita melakoninya. Yakinlah, sebab itu sudah saya rasakan.
Mulai sekarang, marilah kita menulis dari hal-hal ringan/sederhana yang dapat kita rasa. Kepuasan menulis adalah memulai tulisan yang kita alami secara jujur, bukan rekayasa. Sebab kejujuran adalah keindahan dalam menaklukan hidup, walau jujur terkadang menyakitkan.
Singkat cerita, setelah melakoni dunia tulis-menulis itu dengan kesungguh-sungguhan, kini tulisan saya telah dimuat di buku antologi puisi “SUARA PERI DAN MIMPI”, “CAHAYA” dan juga telah dimuat di surat kabar Analisa dan Medan Bisnis.
Keterampilan menulis juga mesti didukung oleh keterampilan membaca sebab penulis yang tidak membaca akan melahirkan karya yang monoton, tidak ada perkembangan. Dengan membaca akan menambah wawasan dan perbendaharaan kata untuk melahirkan karya-karya baru yang up to date.
Demikian pengalaman saya dalam menulis, mudah-mudahan dapat memotivasi dan menjadi inspirasi bagi pembaca untuk melahirkan tulisan-tulisan yang diinginkan. Selamat berkarya.
KOMISI, 08 Maret 2011
Syarizal Sahrun
Komentar
Posting Komentar