Langsung ke konten utama

Catatan Untuk Buku Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir Timur


Catatan Untuk Buku Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir Timur
Oleh: Syafrizal Sahrun

(akhirnya diterbitkan di Haluan Kepri, 9 Desember 2012)

Tepatnya tanggal 13 November 2012  telah dilaksanakan kegiatan peluncuran buku dengan judul “Adat Pekawinan Masyarakat Pesisir Sumatera Timur” karya Prof. Dr. H. O.K. Moehad Sjah. Kegiatan itu dilaksanakan di Kantor Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu rangkaian acara Gelar Buku, Budaya dan Teknologi Tahun Anggaran 2012 yang mengangkat tema ‘Dengan membaca kita wujudkan hidup sejahtera’. Sebagai masyarakat yang sadar betapa pentingnya buku dan budaya baca patutlah acara ini kita beri sambutan baik.

Seiring berkembangnya zaman, berkembang pula pemikiran manusia. Hal itu mau tidak mau akan mengikis keyakinan akan pentingnya beradat istiadat. Melanggar pantang, yang sekarang ini generasi muda tak dapat memaknai secara rasional mengenai kenapa suatu perbuatan itu ditidakperbolehkan/pantangan. Banyak sekali adat istiadat budaya yang secara sadar atau tidak sudah terpinggirkan, yang ekstrimnya lagi ada yang menganggap adat istiadat itu sebagai hal yang kolot dan harus di tinggalkan.

Begitupulalah pada masyarakat melayu. Banyak tata cara beradat istiadat yang harus tetap diregenerasikan kepada generasi Melayu khususnya. Banyak generasi muda melayu yang kabur akan adatnya. Hal itu memang bisa dikatakan sebab ketidakpedulian generasi muda yang terlalu menggandrungi kebudayaan modern. Tapi benarkah yang dilakukan kaum tua? Yang hanya mampu berdecip jikalau ada adat yang dilanggar bahkan diabaikan oleh generasi muda padahal ilmu beradat istiadat tersebut banyak yang dipahaminya? Menurut saya, generasi muda dan generasi tua sama salahnya. Untuk itu marilah kita berbenah kembali untuk tetap mewujudkan “Takkan hilang melayu di bumi” bukan hanya wujud, tetapi juga isi.

Kali ini telah muncul sebuah buku yang memuat mengenai adat istiadat perkawinan dalam masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur yang diterbitkan oleh USU press yang saya anggap sebuah usaha untuk melestarikan budaya melayu itu. Buku ini ditulis oleh Prof. H. O.K. Moehad Sjah sebagai bentuk kepeduliannya kepada adat resam budaya Melayu. Usaha-usaha seperti inilah yang sangat di tunggu-tunggu. Sebuah usaha meregenerasikan pengetahuan sehingga pengetahuan itu tidak menjadi kabur di masa datang.

Senang hati saya bisa mengikuti acara ini, terima kasih juga saya ucapkan kepada dosen saya, Shafwan Hadi umri yang telah memberikan undangannya kepada saya. Melihat diskusi-diskusi mengenai seluk beluk malayu sampai kepada adat istiadatnya. Sebelumnya saya juga sudah pernah membaca adat perkawinan masyarakat melayu ini yang di tulis tangan oleh almarhum H. Hasbullah Kadri yang berdomisili di Percut, tapi sayang tulisan itu hanya sedikit. Dengan adanya buku milik O.K. Moehad Sjah ini, setidaknya bertambah pulalah pengetahuan saya mengenai adat budaya melayu tersebut.

Pada peluncuran buku ini, setiap undangan diberikan satu buku adat perkawinan masyarakat Melayu pesisir Sumatera Utara. Kata penulisnya, buku ini selain diberikan secara cuma-cuma kepada peserta, juga akan diberikan kepada khalayak yang ada di luar secara gratis pula. Hal itu usaha dari beliau untuk memberikan pemahaman kembali kepada generasi muda agar tetap memegang erat adatnya sebagai mengenal jati diri bangsa.

Dalam membahas buku ini, saya rasa para pembandingnya hanya mengkritisi hal-hal yang saya anggap terlalu ringan—hanya masalah tatacara penulisan. Padahal banyak kandungan buku ini yang mesti dikupas. Misalnya kesalahan-kesalahan pemahaman adat oleh si penulis. Bukan berarti mentang-mentang penulisnya adalah O.K, lalu apa yang dia sampaikan bisa menjadi sebuah kebenaran. Menyadari O.K juga manusia, yang tak luput dari kesalahan, maka semestinya para pembanding membicarakah hal-hal yang lebih dalam dari sekedar gramatikal.

Percut ialah sebuah kampung yang diakui sebagi kampung melayu. hal ini juga di benarkan dalam kitab-kitab pusaka melayu. Bahkan saya pernah membaca Kitab Sari kerajaan Serdang jilid II yang di tulis oleh Almarhum T. Lukman Sinar  yang pada saat itu dipinjamkan Almarhum H. Hasbullah Kadri sebelum beliau meninggal kepada saya, didalam kitab itu mengatakan bahwa Percut adalah bagian dari kerajaan melayu di tanah Deli. Tapi masalahnya banyak budaya melayu di kampung saya ini yang tidak dimasukkan kedalam buku O.K. Moehad Sjah ini. Bukan saya berkecil hati, tapi permasalahan-permasalah yang seperti inilah yang agaknya lebih baik dibahar dari sekedar cara penulisan.

Ya. Pada halaman 17 buku ini dipaparkan bahwa habis menjamu sukut (kenduri setelah upacara peminangan) lalu masuk kepada ritual mengantar sirih besar (mengantar oleh-oleh yang berupa perlengkapan si perempuan sebagai tanda mata) dan selanjutnya poin pengucapan akat nikah pada hari yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak.  Yang saya lihat dari adat melayu di desa saya, ada ritual yang masih dipakai sampai kini, yaitu antar mengantar ketika masuk bulan ramadhan dan idul fitri. Ritual ini berlaku pada hubungan pertunangan. Misalnya dari hari pertunangan itu sampai akat nikah melewati bulan ramadhan maka pada hari bantai/punggahan maka pihak laki-laki akan menyediakan/membelikan daging, bumbu dan bahan masakan lain yang akan di antarkan pada pagi hari kepada pihak perempuan. Cara mengantarnya juga unik. Pihak lelaki akan mengundang saudara-saudara perempuannya untuk menjunjung bahan makanan tadi dengan talam yang dibungkus dengan sangei dengan cara berjalan kaki berbondong-bondong. Begitu juga dengan pihak perempuan. Setelah dimasak oleh pihak perempuan, maka sore hari akan di antarkan kembali ke rumah pihak laki-laki dengan cara berbondong-bondong.

Cara mengantarkannya juga masih tradisional. Dengan cara berjalan kaki (kebanyakan yang melakukan ritual ini jika mempelai laki-laki dan perempuan tinggal satu kampung) meski ada kenderaan yang mungkin lebih layak dalam pemikiran masyarakat modern. Bukan apa-apa, tapi itulah adat yang masih dipegang oleh masyarakat melayu yang berdomisili di desa Percut ini. meskipun penjelasan saya ini kurang jelas, setidaknya mampu menjadi sumbangan pemikiran mengenai budaya melayu yang luas ini. Sebenarnya pemaparan ini ingin saya sampaikan langsung ketika acara peluncuran buku ini berlangsung, tapi nasib badan yang tak mengijinkan, ketika saya sudah diperkenankan pada awalnya untuk bertanya, tapi pada akhirnya saya di abaikan, dan waktu untuk saya malah diberikan kepada orang yang lebih tua. Mungkin moderator menganggap saya tidak punya kontribusi apa-dalam budaya melayu. Ya, itu hanya pemikiran buruk saya saja.

Buku ini juga masih terdapat kekurangan lain. Misalnya mengenai filosofi-filosofi mengapa adat itu harus begini begitu. Dalam buku ini tidak dijelaskan mengapa alasannya, sehingga dua orang peserta yang lebih beruntung dari saya, dapat mengkritisi buku ini secara langsung. Jawaban dari pertanyaa itupun tak memuaskan penanya. Saya kira isi buku ini nantinya dapat disempunakan lagi oleh O.K. Moehad Sjah dan tidak menutup kemungkinan bagi khlayak yang peduli dengan adat budaya Melayu yang juga ingin menyempurnakannya biar adat budaya melayu itu terus hidup sepanjang masa.

Percut, 14 November 2012
Penulis adalah peserta pada peluncuran buku

Komentar

  1. Dimanaya cara mendapatkan buku ini? Saya keliling gramedia medan tidak ada dititi gantung juga tidak ada... Mohon infonya agar saya bisa mendapatkan buku ini

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: Langkah Awal Pemahaman Teori Sastra

 (Terbit di rubrik Belia Harian Medan Bisnis, 2 Desember 2012) Langkah Awal Pemahaman Teori Sastra Oleh: Syafrizal Sahrun Judul                : Pengantar Teori Sastra Penulis              : Dwi Susanto S.S, M.Hum Penerbit            : CAPS Tahun               : Cetakan pertama, 2012 Tebal                : vii + 272 halaman ISBN                : 978-602-9324-03-7 Secara normatif, studi sastra dibagi dalam beberapa bidang, yakni teori sastra, kritik sastra, sejarah sastra, sastra bandingan, dan kajian budaya. Teori sastra mempelajari kaidah-kaidah, paradigma-paradigma, dan...

Haluan Kepri, Minggu, 2 Desember 2012

Sajak-sajak Syafrizal Sahrun TEMALI DAN KAU/1 sebagai temali apa lagi yang dapat kulakukan untuk membantumu berapa kali bahkan tak kukira lagi berapa peluh sudah ;aku sampai lupa cara mengira pagi ini, ketika mentari masih telungkup kau berjalan menyibak kabut menimang rindu   juga cemburu padahal mulai kemarin batukmu telah jadi jandu pada malam sendu TEMALI DAN KAU/2 entah mengapa di tengah jalan ketika batukmu kambuh aku hanya mampu tersengkum tak mampu menengok aku telah terburai di dalam masa aku tak bisa untuk sekedar membantumu menyulam tuju tepat waktu tapi walau begitu taklah dapat kupungkiri bahwa aku tak mampu berbagi sampai tubuhku tak bisa lagi dikata temali KETIKA PURNAMA kekasih bulan sudah purnama ketika gelas lepas dari gengaman daundaun menggamit sejuta kelam dalam ingatan rantingranting patah pada sekali hembusan kekasih pada dudukku semilir angin menghembuskan ke...