Sajak-sajak Syafrizal Sahrun
TEMALI DAN KAU/1
TEMALI DAN KAU/1
sebagai temali
apa lagi yang dapat kulakukan untuk membantumu
berapa kali
bahkan tak kukira lagi berapa peluh sudah
;aku sampai lupa cara mengira
pagi ini, ketika mentari masih telungkup
kau berjalan menyibak kabut
menimang rindu
juga cemburu
padahal mulai kemarin batukmu
telah jadi jandu pada malam sendu
TEMALI DAN
KAU/2
entah mengapa di tengah jalan
ketika batukmu kambuh
aku hanya mampu tersengkum
tak mampu menengok
aku telah terburai di dalam masa
aku tak bisa untuk sekedar membantumu menyulam
tuju
tepat waktu
tapi walau begitu
taklah dapat kupungkiri bahwa aku tak mampu berbagi
sampai tubuhku tak bisa lagi dikata temali
KETIKA
PURNAMA
kekasih
bulan sudah purnama ketika gelas lepas dari
gengaman
daundaun menggamit sejuta kelam dalam ingatan
rantingranting patah pada sekali hembusan
kekasih
pada dudukku semilir angin menghembuskan
kesepian
pada setiap bebunyian kusangka engkau yang
datang
gelak mengembang rinduku tersengkang dibatang
tenggorokan
adakah kau masih membayangkan
ketika sepasang daun tumpangtindih di halaman
di beranda kita asik bersenda memuji keelokan
sementara mata kita masih terasa hampa
adakah kau ingat kecupan yang kerap mendarat di
keningmu
dan tak jarang melekat di leherku
kita kini hanya mampu mengusapusap wajah
ketika purnama kembali terlihat dibalik jendela
kekasih
kelampun bersetubuh dengan kegelisahan
lalu kitapun terkapar pada sebuah perjamuan
Percut, 6
Juli 2012
DENGAN
APA LAGI
dengan apa lagi kau balas kesepianku
setelah bahasa tersekat dan terbenam
suara-suara mati tanpa ratapan
terkibas anginlah rambutku
gigil menghujam sampai ke tanah kalbu
sekadar menatap kepesongan hidup
dalam berdiri dalam sendiri
daun yang gugur menyentuh mukaku
menjalar lambat di badanku
adakah kebekuan yang akan tercairkan
sementara kau biarkan aku terpacak kebingungan
kesepian macam apalagi yang akan kau gamit
lalu kau ikatkan di leherku
apakah tak kau lihat wajahku yang sayu
apakah kesepianku tak menyentuh jiwamu
Percut, 7
Juli 2012
KAMBOJA/1
Kamboja yang tumbuh di luar pagar
Baunya menujah setiap tarikan
Siang maupun malam
Keraplah ia jadi igauan
Setiap waktu yang bertandang
Begitu juga baumu berdendang
Walau aku tak mampu bergoyang
Hadirmu membayang di pelupuk
Yang ditopang batang lengan
aku sulurkan tangan dari jerjak kamar
aku tarik nafas dalam-dalam
aku sapu wajahku yang biram
kiranya kau tahu kabar apa yang terpendam
KAMBOJA/2
di langit yang suram
seribu jarum merunduk ke badan
ada tikaman
ada pula darah yang mengundang kedukaan
oh, sudah berpuluh waktu ku tipu
lenyaplah aku dilahap rasa rindu
kini kau tetap berbau
bahkan sudah kupinang
dak kutanam di tengah lahan harapan
kupupuk dan kusiram
walau seribu angin datang menendang
keberadaanmu nyawa dikandung badan
Komentar
Posting Komentar